Disukai

TIM BB-GTS SMAHDA TARGETKAN SATU HARI MINIMAL KIRIM SATU BERITA

Upaya Tim BB GTS SMA Islam Wasilatul Huda Dukohkidul serius menggeluti jurnalistik sekolah dengan setiap hari mengirim paling tidak satu ...

Sunday, October 16, 2011

SAMINISME, IDEOLOGI KANAN ATAUKAH KIRI ?

AULINA FAIZA
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
       Kolonialisme[1] adalah akar dari segala penderitaan, agaknya kalimat itulah yang pantas dikatakan untuk melukiskan keadaan Masyarakat Indonesia pada masa kapitalisme Belanda melenggangkan kekuasaannya dibeberapa tempat di Indonesia, sehingga nantinya dalam menghadapi pengaruh penetrasi budaya barat yang mempunyai pengaruh disentregratif masyarakat membuat reaksinya sendiri dan terlihat dengan  akan berbagai pergolakan di berbagai daerah yang mnuntut kebebasannya.
       Selama abad ke 19 dan awal abad ke-20 di Indonesia terus menerus timbul peberontakan, kerusuhan, kegaduhan dls. kesemuanya itu cukup menjadi tantangan berat pada pemerintah Kolonial Belanda pada waktu itu, kebanyakan peristiwa-peristiwa itu banyak terjadi di pedesaan yang hampir tiap tahun terjadi serta sering sekali diwujudkan dalam aksi-aksi yang bersifat radikal, Oleh karena Itu dapat dikatakan bahwa pergolakan sosial menjadi endemis sifatnya. Gerakan seperti itu merupakan kekuatan sosial yang besar untuk daerah perdesaan, timbulnya pergerakan ini dapat dianggap sebagai suatu ledakan daripada ketegangan-ketegangan, permusuhan atau pertentangan yang terdapat di dalam masyarakat pedesaan. Sikap rakyat dalam mengambil bagian dalam gerakan-gerakan sangat radikal, karena digerakkan oleh harapan-harapan yang ditimbulkan oleh ajaran-ajaran messianistis atau milenaristis dan juga dengan pandangan eksatologi yang bersifat revolusioner. Sebagai aktifitas kolektif, gerakan sosial yang didukung oleh rakyat petani bertujuan hendak mewujudkan ataupun sebaliknya menolak suatu perubahan dari susunan masyarakat. Dalam Usaha untuk melaksanakan tujuannya sering menggunakan jalan yang radikal dan revolusioner ( Marwati.Notosusanto,Nugroho: 280: 1993)
       Dalam perwujudannya, gerakan-gerakan sosial pada masa itu sering dicampuri dengan kepercayaan-kepercayaan budaya magis-religius, konsep-konsep datangnya ratu adil yang akan mengubah keadaan mereka dan memusnahkan penjajah begitu kental dengan alam pikiran masyarakat khususnya Jawa dari dulu, sehingga tak heran jika banyak dari pemimpin-pemimpin pergerakan itu diasumsikan sebagai ratu adil/juru selamat. Dalam lingkungan sosio-kultural masyarakat masa itu, loyalitas serta pokok dari perjuangannya tak lain memang masih dalam satu konsep keagamaan.
       Dapat Ditunjukkan bahwa selama periode abad ke-19 dan 20 hampir setiap daerah mengenal masa-masa pergolakan yang tercermin dalam bentuk gerakan-gerakan sosial dengan segala perkembangannya. Secara luas gerakan-gerakan itu pada hakekatnya dapat digolongkan menjadi empat golongan, sesuai dengan landasan-landasan pokok yang mendorong timbulnya gerakan tersebut, Pertama adalah jenis gerakan melawan keadaan atau peraturan yang tidak adil. Dalam hal ideologi yang pokok yang mendorong timbulnya gerakan ini adalah rasa dendam terhadap kondisi sosial ekonomis yang kurang memberi tempat yang bebas bagi kehidupan bagi para pendukungnya. Kedua, adalah jenis gerakan ratu adil, yaitu suatu gerakan yang bersifat messianistis yang memuat harapan akan kedatangan ratu adil, atau imam mahdi sebagai juru selamat rakyat. Ketiga, gerakan Samin, Terakhir Gerakan-gerakan sekte Keagamaan.
       Dalam makalah ini yang akan dipaparkan lebih jauh adalah Gerakan Samin yang Terjadi Di Jawa Timur. yang merupakan gerakan sosial tradisional yang bersifat pasif, yang tanpa kekerasan pada awalnya, hanya berupa aksi penolakan terhadap budaya kolonial Belanda dan penolakan terhadap penjajahn yang muncul pada masa penjajahan Belanda abad ke-19 di Indonesia. Sebagai gerakan yang cukup besar Saminisme tumbuh sebagai perjuangan melawan kesewenangan Belanda yang merampas tanah-tanah dan digunakan untuk perluasan hutan jati.Namun yang lebih tepatnya yang akan dibahas jauh lebih mendetail adalah sifat-sifat serta konsep ajaran perjuangan masyarakat guna mengetahui ideologi umum yang dipakai landasan dari pergerakan Samin itu sendiri. Apakah Gerakan Samin itu sifatnya ideologi kanan[2] ataukah ideologi kiri[3]. Hal inilah nanti yang akan coba di ungkap oleh penulis dalam makalah ini.
       Yang terpenting, bahwa dalam makalah ini, penulis berusaha memaparkan secara lebih luas, bahwa fenomena Pergerakan Samin itu lebih bisa dilihat dari segi sifat-sifat yang melandasi perjuangannya, ditinjau bahwa pemikiran-pemikiran yang mendasari isme-isme yang berkembang waktu itu sampai sekarang tak terlepas dari buah pemikiran Plato dan Aristoteles, meskipun pada perkembangannya kita melihat pemikiran-pemikiran lain yang tumbuh di kemudian Hari, maka agar makalah ini lebih mudah dipahami pembaca, penulis menyajikan makalah yang Berjudul “Saminisme, Ideologi Kanan ataukah Kiri?”
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah Asal Mula, Perkembangan dan Esensi dari Ajaran Samin?
2.      Saminisme, Ideologi Kanan ataukah Kiri ?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui Bagaimanakah Asal Mula dan Esensi Dari Ajaran Samin.
2.      Untuk Mengetahui Saminisme Masuk Dalam Ideologi Kanan Ataukah Kiri.

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Asal Mula, Perkembangan dan Esensi dari Ajaran Samin
a.       Asal Mula Munculnya Saminisme
     Ajaran Saminisme muncul sebagai akibat atau reaksi dari pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang.Perlawanan dilakukan tidak secara fisik tetapi berwujud penentangan terhadap segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan rakyat terhadap Belanda misalnya dengan tidak membayar pajak. Terbawa oleh sikapnya yang menentang tersebut mereka membuat tatanan, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan tersendiri.
     Harry J. Benda dan Lance Castles dalam bukunya The Samin Movement (1960), ajaran Samin bertumbuh pada tahun 1890-an dan berakar di Randublatung, sebuah kota kecamatan yang dikelilingi hutan jati, 25 kilometer sebelah tenggara kota Blora. Ajaran ini disebarkan oleh Samin Surosentiko. Samin Surosentiko lahir pada tahun 1859, di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung. Nama asli Samin Surosentiko adalah Raden Kohar. Ia seorang Pangeran -putra dari Raden Surowijaya- yang merasa muak dengan pemerintahan Kolonial. Ia lantas menyamar dan masuk di kalangan rakyat pedesaan. Ia menghimpun kekuatan rakyat melawan pemerintah Kolonial dengan cara yang khusus. Nama “Samin” dipilih karena ia menganggap nama itu adalah nama yang bernafaskan kerakyatan.
     Tahun 1890, Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora. Banyak penduduk desa sekitar yang tertarik dengan ajarannya dan dalam waktu singkat menjadi pengikutnya. Saat itu, pemerintah Kolonial Belanda masih membiarkan ajaran Samin yang mereka anggap sebagai aliran kebatinan biasa dan tidak berbahaya bagi keberadaan pemerintah kolonial. Tahun 1903, Residen Rembang mencatat jumlah pengikut Samin yang tersebar di 34 Desa di Blora bagian selatan dan daerah Bojonegoro berjumlah 722 orang. Mereka sangat giat mengembangkan ajaran Samin sehingga pada tahun 1907, jumlah orang Samin bertambah menjadi sekitar 5.000 orang. Perkembangan pesat ini membuat pemerintah Kolonial Belanda waspada. Mereka mulai menangkapi dan memenjarakan para pengikut Samin. Pada tanggal 8 Nopember 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh pengikutnya sebagai Ratu Adil, bergelar Prabu Panembahan Suryangalam. Selang 40 hari, Samin Surosentiko ditangkap oleh Raden Pranolo, asisten Wedana Randublatung. Setelah ditangkap, Samin beserta delapan pengikutnya dibuang ke luar Jawa. Beliau meninggal di luar jawa pada tahun 1914.
     Masyarakat Samin memiliki tiga unsur gerakan Saminisme; pertama, gerakan yang mirip organisasi proletariat kuno yang menentang system feodalisme dan kolonial dengan kekuatan agraris terselubung; kedua, gerakan yang bersifat utopis tanpa perlawanan fisik yang mencolok; dan ketiga, gerakan yang berdiam diri dengan cara tidak membayar pajak, tidak menyumbangkan tenaganya untuk negeri, menjegal peraturan agraria dan pengejawantahan diri sendiri sebagai dewa suci. Menurut Kartodirjo, gerakan Samin adalah sebuah epos perjuangan rakyat yang berbentuk “kraman brandalan” sebagai suatu babak sejarah nasional, yaitu sebagai gerakan ratu adil yang menentang kekuasaan kulit putih.
     Ajaran Samin bersumber dari agama Hidhu-Dharma. Beberapa sempalan ajaran Kyai Samin yang ditulis dalam bahasa jawa baru yaitu dalam bentuk puisi tradisional (tembang macapat) dan prosa (gancaran). Secara historis ajaran Samin ini berlatar dari lembah Bengawan Solo (Boyolali dan Surakarta). Ajaran Samin berhubungan dengan ajaran agama Syiwa-Budha sebagai sinkretisme antara hindhu budha. Namun pada perjalannanya ajaran di atas dipengaruhi oleh ajaran ke-Islaman yang berasal dari ajaran Syeh Siti Jenar yang di bawa oleh muridnya yaitu Ki Ageng Pengging. Sehingga patut di catat bahwa orang Samin merupakan bagian masyarakat yang berbudaya dan religius.
     Daerah persebaran ajaran Samin menurut Sastroatmodjo (2003) diantaranya di Tapelan (bojonegara), Nginggil dan Klopoduwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunngsegara (Brebes), Kandangan (Pati), dan Tlaga Anyar (Lamongan). Ajaran di beberapa daerah ini merupakan sebuah gerakan meditasi dan mengerahkan kekuatan batiniah guna menguasai hawa nafsu.
       Suku Samin dengan ajaran Saminisme tumbuh sebagai sebuah gerakan perjuangan melawan kesewenangan Belanda yang merampas tanah-tanah rakyat yang digunakan untuk memperluas hutan jati (”Samin: ajaran kebenaran yang nyleneh”. Pada awal mula kelahirannya, Saminisme memang tumbuh dari suatu kesadaran untuk melawan penjajahan. Sang pendiri, Samin Surosentiko, merasa bahwa gerakan perlawanan terhadap penjajah yang memakai sarana kekerasan selalu berakhir dengan kegagalan. Dari pengamatan tersebut, ia mencoba membentuk suatu gerakan perlawanan yang tidak menggunakan sarana kekerasan fisik (semodel konsep Ahimsa-nya Gandhi). Inilah model perlawanan secara “halus”, non-fisik (kultural).
       Gerakan perlawanan secara halus ini telah menarik hati banyak orang di sekitarnya. Banyak orang ingin bergabung dengan kelompok Samin Surosentiko ini. Dengan semakin banyaknya orang yang bergabung, terbentuklah suatu komunitas baru. Inilah generasi awal Saminisme. Dari gerakan yang mulanya bersifat perlawanan inilah, Samin Surosentiko mulai mengembangkan semacam ajaran sebagai prinsip-prinsip dasar yang dipakai sebagai falsafah hidup mereka, sekaligus juga sebagai landasan (filosofis) perlawanan tersebut. Ajaran inilah yang digeluti, dikembangkan, dan “tersebar” ke mana-mana. Ajaran ini boleh dibilang berfungsi sebagai semacam prinsip dasar pembentuk falsafah hidup orang Samin, dalam kerangka besar perlawanan tanpa kekerasan (yang pada awalnya mereka kumandangkan pada pemerintahan kolonial).
       Orang yang Samin akan bersikap seperti Bilung (tokoh pewayangan yang selalu mengiyakan kata kata kurawa dengan maksud merendahkan kemampuan kurawa dalam melawan pandawa), yang selalu mengiyakan dan bahkan menyangatkan semua pernyataan Kurawa dalam dunia pewayangan. Hegemoni dan arogansi Kurawa menyebabkan Bilung memilih sikap itu, karena merasa kekuasaan tidak lagi bisa diberi saran, diingatkan, dikritik, dan disadarkan. Kekuasaan sudah mencapai tingkat tidak dapat lagi mendengar dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan dan seperti itulah gambaran kapitalisme di mata masyarakat Samin. Semua itu merupakan bentuk perlawanan terhadap hegemoni kekuasaan.
       Dalam konteks yang lebih serius, sikap itu tentu saja perwujudan dari ketidakberdayaan melawan hegemoni kekuasaan. Sikap yang lahir dari kebuntuan mencari jalan keluar, solusi untuk membenahi keadaan yang sudah amburadul. Sikap ini adalah wajah lain dari perlawanan diam yang dilakukan Mahatma Gandhi dengan gerakan Ahimsa, melawan penjajah Inggris
       Ajaran Saminise sebenarnya sangatlah sederhana. Namun, perlu diingat bahwa pandangan Samin ini berada dalam mainstream Jawa. Ada latar belakang Jawa tertentu yang melandasi pemikiran orang Samin ini, meskipun ada cara pandang yang sedikit berbeda yaitu Sebagaimana paham lain yang dianggap oleh pendukungnya sebagai agama, orang Samin juga memiliki "kitab suci". "Kitab suci" itu adalah Serat Jamus Kalimasada yang terdiri atas beberapa buku, antara lain Serat Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri-uri Pambudi, Serat Jati Sawit, Serat Lampahing Urip, dan merupakan nama-nama kitab yang amat populer dan dimuliakan
       Dengan memedomani kitab itulah, wong Samin hendak membangun sebuah negara batin yang jauh dari sikap drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren (dengki, iri hati, bercekok pendapat, besar kepala ). Sebaliknya, mereka hendak mewujudkan perintah "Lakonana sabar trokal. Sabare dieling-eling. Trokali dilakoni" (berlakulah sabar, sabarnya diingat- ingat bagai orang mati dalam hidup). Sikap yang Apa adanya , sikap yang jujur , sederhana dan berkata sesuai dengan apa yang di lihat dan lakukan adalah sebuah realita orang samin. Realita yang telah hilang dalam masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Jawa pada khususnya yang katanya menganggukkan sikap jujur dan sederhana ternyata masih tersekat dengan istilah Priyayi , Darah Biru dan Kaum Bangsawan.
Pokok ajaran Samin menurut Mumfangati adalah:
  1. Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama. Yang penting adalah tabiat dlam hidupnya.
  2. Jangan menggangu orang, jangan bertengkar, jangan suka irihati dan jangan suka mengambil milik orang.
  3. Bersikap sabar dan jangan sombong
  4. Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup dan roh hanya satu dan dibawa abadi selamanya.
  5. Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling menghormati. Berdagang bagi orang Samin dilarang karena dalam perdagangan ada unsur “ketidakjujuran”. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk uang
  6. Tidak berpoligami, dan
  7. Penolakan Terhadap Kapitalisme
dari sana paling tidak  Ada tiga pokok yang bisa dimunculkan:
  1. Mengenai Agama, orang Samin berpedoman pada agama Adam, Konsep sentral dalam agama Adam adalah urip (hidup) di mana di dalamnya ditunjuk semua esensi dari bentuk-bentuk hidup itu sendiri. Hidup terwujud dalam aneka wujud (bentuk), namun dapat dibagi menjadi dua bagian: wong (manusia) dan sandang pangan (makanan dan pakaian). Untuk wong, ada dua tipe yakni lanang (lelaki) dan wedok (perempuan). Sementara tiap wong, memiliki nama semisal Suto atau Nojo. Tempat di mana wong tinggal (Semarang atau Bandung misalnya), adalah sekadar sebutan, karena faktanya hanya ada satu tempat di mana wong tinggal, yakni bumi ini.
  2. Bagi orang Samin, semua aktivitas di dunia pada dirinya memiliki dua tujuan hidup: tatane wong (yaitu menghasilkan wong dengan jalan sikep rabi-hubungan seksual-) dan toto nggaoto (yaitu menghasilkan sandang pangan dengan mengolah tanah). Kedua hal ini sangat mempengaruhi pandangan mereka tentang hidup, keutamaan, dan dambaan mereka akan dunia yang ideal. Dalam tatane wong, tugas lelaki adalah “menanam” dan perempuan bersalin. Ide tentang dua jalan itu secara tepat dirumuskan dalam ungkapan “Jen bengi tatane wong, jen rino toto nggaoto”. Maka, hidup wong sikep itu mengikuti Adam, yang ditafsirkan dari kata damel (adam = dam = damel), yaitu mengolah tanah di waktu siang dan melaksanakan tatane wong di malam hari. Dua pokok inilah yang harus menjadi prinsip fundamental wong sikep.
  3. Selain itu, tentang wong, ada dua jenis: wong jowo yang jujur, tidak jahat, tidak menipu, dan wong jawal yang gila dan jahat. Maka, wong sikep harus hidup seturut agama Adam dan menjadi wong jowo. Ide ini diafirmasi dengan ide karma yang menyatakan bahwa setiap perbuatan akan memiliki konsekwensinya sendiri-sendiri. Yang utama dari ajaran ini tetap dua tujuan hidup yang sudah disebut di atas.Tatane wong dan toto nggaoto adalah yang primer, sementara yang lain sifatnya sekunder.

       Mengapa ajaran ini bisa menjadi landasan yang kuat untuk perlawanan? Karena, seturut kepercayaan orang Samin, tanah jawa adalah tanah mereka. Tanah ini adalah hak mereka sebagai keturunan Adam dan Pandawa. Kalau ada pihak luar yang mewajibkan mereka untuk membayar pajak, misalnya, sudah mengindikasikan bahwa mereka membayar di atas tanah mereka sendiri. Hal ini sekaligus mengandaikan bahwa tanah mereka disewakan atau digadaikan. Seakan mereka mengontrak. Orang Samin tidak setuju hal itu, terutama terhadap adanya pajak. Maka, tidak ada yang boleh ”mengatur” mereka dalam mengolah tanah, dan oleh karenanya tidak ada kelas di antara mereka. Semua sederajat untuk menjalankan aktivitasnya demi pemenuhan tujuan hidup yang mereka pegang.
2.      Saminisme, ideologi kanan ataukah kiri?
       Seperti kita bahas diatas bahwa gerakan Saminisme adalah semata-mata gerakan menolak kaum kapitalisme yang dalam hal ini diwakili Kolonial Belanda yang menjajah Indonesia, reaksi-reaksi protes mereka lakukan dengan jalan halus tanpa kekerasan.
       Kapitalisme sebagai sebuah faham telah Kapitalisme sebagai sebuah faham telah jauh melampaui batas-batas awalnya. Ia bukan lagi salah satu konsep pemikiran tentang ekonomi. Di era modern, kapitalisme sebagai konsep diperkenalkan kembali di zaman kolonialisme, saat Inggris Raya menjadi empire kekuasaan dan kekayaan. Kapitalisme menjadi erat dengan Imperialisme karena kapitalisme adalah salah satu produk revolusi industri pasca renaissance, seiring dengan munculnya, individualisme, empirisme, positivisme, eksistensialisme, pragmatisme, liberalisme dalam filsafat, psiko-analisa dalam psikologi, dan banyak faham dan aliran di bidang lain seperti seni, logika dan moral.
        Bedanya Kaum Samin dengan kaum kapitalis adalah antara bumi dan langit antara minyak dan Air yang menjadi “spaling partner” sejati. Kaum Kapitalisme asing dari segala macam bentuk transendensi . Kenapa? Karena rasionalitas menurut mereka adalah faham kekuasaan, di mana yang kuat harus (secara alami) mencaplok yang lemah. Jika ada yang menentang konsep semacam itu, maka ia tidak waras, (samin, Mbilung , Luweh, Menyun , Waleng dll ) terhalusinasi dan pembangkang karena “ingin merusak tatanan ko-eksistensi”. Lebih dari itu, itulah keadilan. Bukan berdasar Serat Punjer Kawitan saja Samin membangkang pemerintah, tetapi atas dasar totalitas dirinya, yang secara empirik muncul dalam aneka ajaran karyanya. Di antaranya adalah ajarannya tentang negara, dalam Serat Pikukuh Kasajaten. Negara akan terkenal, disegani dan bisa menjadi tempat berlindung rakyat apabila para warga tekun dalam ilmu pengetahuan dan hidup damai.
       Tujuan utama menurut mereka adalah kenikmatan (material). Orang yang tidak mencari kenikmatan material itu tidak realistis. Dalam faham itu, sistem nilai ditentukan oleh keuntungan fisik. Mereka memberi teminologi tersendiri, lalu menggembar-gemborkannya dengan keuatan propaganda di segenap pelosok dunia.
       Terminologi itu menjelaskan bahwa yang bukan liberal adalah totalitarian, anti plural, pembangkang, utopian, fanatik dan fascis. Dan tentunya teroris. Jelas dalam konsep semacam itu, Tuhan tidak diberi peran. Segala sesuatu yang menuju ke arahNya sia-sia. Membahas kapitalisme bisa dari segi sejarah kemunculannya, dari segi faham filosofisnya, kaitannya dengan konsep pemikiran lain dan seterusnya. Namun, kapitalisme tidak signifikan dari segi argumentasi, namun kuat dan besar dari sisi fenomena. Permunculannya sangat gemerlap. Oleh karena itu membahasnya sebagai fenomena dan ciri-cirinya lebih penting.
       Selama Perang Dingin, dunia hanya diberi dua pilihan: kapitalisme atau komunisme, seolah-olah tidak ada wilayah di luar komunisme untuk gerakan antikapitalisme. Perlawanan antikapitalisme mulai "keluar" seiring runtuhnya komunisme dan berakhirnya Perang Dingin, tanpa lagi khawatir gerakan antikapitalisme dituduh dan disamakan dengan komunisme.
       Lantas bagaimana dengan Saminisme Sendiri? apakah Saminisme dapat kita golongkan ke ideologi kiri, yaitu ideologi komunis, sebenarnya dalam menyimpulkan apakah saminisme itu komunis tidak lantas bisa dilihat dari satu aspek saja, seperti salah satu konsep ajaran Samin yang mengatakan bahwa mereka semua adalah sama rata  sama rasa, yang notabene di klaim sama dengan ajaran PKI, namun saminisme adalah masyarakat yang menjunjung tinggi ajaran agama yang dalam hal ini adalah agama adam, hal ini jelas berseberangan dengan komunis, yang menganggap agama adalah candu sehingga mereka tidak percaya adanya Tuhan, selain itu biasanya Komunis dalam melakukan perjuangannya dengan perlawanan atau pemberontakan yang bertujuan menjatuhkan kekuasaan yang berlaku pada suatu tempat, sedangkan Saminisme tidak, mereka melakukan perlawanan dengan cara halus, seperti dalam ajarannya yang mementingkan prilaku hidup manusia dan hidup damai. Sehingga lebih tepat jika dia digolongkan ke dalam New Social Movement (Jean Cohen:1985) yang berkomitmen kepada anti kapitalis dan berpihak keadilan sosial akan tetapi tidak melalui proses seperti yang diserukan oleh kaum Marxist yakni revolusi sosial dan perjuangan kelas, bukanlah menciptakan masyarakat tanpa kelas, tetapi menciptakan kondisi ketika kelas-kelas yang berbeda di dalam masyarakat menjalankan fungsinya secara sah, bebas dari dominasi dan pemerasan, serta hidup berdampingan secara damai.
       Melihat konsep pemikiran masyarakat Samin, mereka memang begitu rentan jika dimasuki dan disusupi ajaran komunis, sehingga Persitiwa kudeta bersenjata 1965, yang lazim dibahasakan sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di masa rezim Orde Baru, seolah menjadi titik balik bagi orang-orang samin. Saminisme dituding oleh pemerintah sama seperti komunisme yang atheis, karena dalam ajarannya tidak dikenal adanya konsep Tuhan yang Maha Esa seperti yang diajarkan oleh ke 5 agama yang disahkan oleh Pemerintah pada waktu itu. Menurut ajaran samin, kekuasaan dan kehendak untuk menentukan segala sesuatu sepenuhnya terletak pada kehendak manusia. Tudingan “atheis” itu rupanya cukup efektif untuk merangkul warga samin untuk menjadi anggota masyarakat “normal”. Pada tahun 1968, tiga tahun setelah peristiwa 1965, tercatat 78 pasang pengantin warga samin di Klopodhuwur, salah satu pusat gerakan samin di Blora, menikah dengan tatacara agama Islam. Kejadian ini terkait dengan dilaksanakannya P3.A atau Pilot Project Pembinaan Mental dan Agama yang dijalankan oleh Djawatan Agama wilayah Jawa Tengah. Konon, sejak peristiwa 1965 itu pula masyarakat samin tidak lagi berbicara ngoko (jawa kasar)
       jadi, Jika kita tilik lebih jauh, bahwa gerakan saminisme bisa kita kategorikan sebagai new social movement yang merumuskan tujuan gerakan sosial baru adalah untuk menata kembali relasi negara, masyarakat, dan perekonomian dan untuk menciptakan ruang publik di dalamnya wacana demokrasi ihwal otonomi dan kebebasan individual dan kolektivitas dan orientasi mereka, dapat didiskusikan dan diperiksa selalu. Gerakan saminisme tentang yang dilakukannya mungkin bukan sejauh apa yang dimaksudkan oleh Cohen. Namun salah satu batasan ciri gerakan sosial baru Cohen adalah aktornya menerima keberadaan formal negara, tidak berlaku bagi gerakan saminisme. Sebab sikap pengikut saminisme berpendapat mereka hidup di tanah warisan leluhur, sedangkan pemerinbah Hindia Belanda tidak berhak mengatur kehidupan mereka yang dituangkan dengan penolakan membayar pajak, dan tidak hormat terhadap pejabat pemerinta.
       Sebagai gerakan yang berkembang cukup pesat, saminisme adalah juga sebagi upaya penentangan terhadap perampasan tanah yang akan digunakan untuk perluasan hutan jati. Tanah di sini bisa kita katakan sebagai sebuah identitas yang perlu dipertahankan. Ini seperti gerakan penolakan yang dilakukan oleh Chiko Mendez dan masyarakat di sekitar hutan Amazon terhadap eksploitasi dan pembakaran hutan oleh pihak pemilik modal di Brazil tahun 1980-an yang telah difilmkan dengan judul The Burning Season. Chiko Mendez dan masyarakat sekitar hutan melakukan penolakan penebangan hutan dengan cara berdiri berjejer di tengah jalan yang akan dilewati oleh penebang hutan. Sama dengan tanah milik masyarakat samin, hutan bagi penduduk hutan Amazon adalah sebagai identitas dan penghidupan bagi masyarakat. Maka ketika ada pihak yang berusaha merebut atau merusak identitas dan sumber kehidupan tersebut perlu dilawan.
       Sikap orang Samin yang begitu luhur, patut sekali jika dijadikan ideologi baru contoh Saminisme dalam bidang ekonomi akan terjadi revolusi perekonomian makro secara menyeluruh. Perusahaan mana yang tidak akan setuju jika barang yang seharusnya baik di katakan baik dan yang kuaalitasnya jelek di katakan jelek. Hal itulah yang mendasari orang samin untuk tidak mau berdagang karena takut untuk berbohong karena akan bertentangan dengan hati nurani sendiri .
       Saminisme Berbicara apa adanya dan memilih bersikap Aneh/Nyeleneh, dalam memerangi ketidak samaan Berbicara berdasarkan Logika dan lebih berdasar kepada kebendaan Uang bukan segala galanya , melainkan sebuah kekeluargaan/persaudaraan, jika dalam kapitalisme Siapa yang menguasai Pasar uang dialah raja , Yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin, orang samin Bersandarkan Filosofi kembali dari alam untuk alam dari manusia untuk manusia Dan dari Tuhan untuk Tuhan. bersikap Sama rata dan adil terhadap semua manusia.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan di atas, dapat diambil kesimpulan dari rumusan masalah yang ada yaitu :
1.      Ajaran Samin diajarkan oleh Surontiko Samin dengan daerah penyebaran pertama sekitar Blora dan akhirnya meluas sampai ke bojonegoro, gerakan ini mendapat sambutan yang cukup banyak dari masyarakat sekitar, karena dalam sikapnya menentang Imperialisme-kaum kapitalis yang dalam hal ini Belanda dengan cara tanpa kekerasan akan tetapi dengan “mbilung”atau cuek, seperti tidak mau membayar pajak, tidak mau ronda, menolak kerja rodi dls, hal ini didasari pada ajaran mereka yaitu agama Adam yang merupakan sinkretisme dari ajaran hindu-Dharma dengan Islam yang dianut oleh Syekh Siti Jenar, sehingga pada waktu itu mereka sudah berbudaya dan beragama.
2.      Dua ideologi besar dunia yaitu Liberalis-kapitalis dan Sosialis-komunisme yang menjadi dua kubu yang saling bertolak belakang, meskipun pada dasarnya ajaran Samin anti kapitalis, namun dia juga tidak dapat begitu saja ke dalam golongan komunis, mengutip pendapat dari (Jean Cohen:1985), bahwa saminisme digolongkan menjadi New Social Movement yang berpihak keadilan sosial akan tetapi tidak melalui proses seperti yang diserukan oleh kaum Marxist yakni revolusi sosial dan perjuangan kelas, bukanlah menciptakan masyarakat tanpa kelas, tetapi menciptakan kondisi ketika kelas-kelas yang berbeda di dalam masyarakat menjalankan fungsinya secara sah, bebas dari dominasi dan pemerasan, serta hidup berdampingan secara damai.
B.     Saran
Agar selanjutnya penulisan makalah lebih sempurna lagi, kiranya dari sisi penulis perlu menambah bahan bacaan sebagai bahan pustaka, dan tidak hanya itu sebaiknya tulisan tentang Samin lebih baik lagi berdasarkan obeservasi langsung, sehingga nantinya menjadi bahan tulisan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
                                         DAFTAR RUJUKAN

Syam, Syafi’i. 2007.Pemikiran Politik Barat Sejarah, Filsafat, Ideologi, Dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke 3.Jakarta : Bumi Aksara

Kuntowijoyo, 2003. Antropologi Suku di Indonesia. Yogyakarta: LKis

Marwati. Nugroho Notosusanto, Poesponegoro : 1993. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta : Balai Pustaka

Nurudin. 2003. Agama Tradisional. Yogyakarta. UMM Press.

Mumfangati, Titi.2004. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah.Yogyakarta: Jarahnitra

Internet

Tradisi Lisan Pergerakan Samin, Legitimasi Arus Bawah Menentang Penjajah http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Darmo_Subekti&action=edit&redlink=1











[1] Berasal dari kata’koloni’ yang bisa merupakan : a)Suatu kelompok masyarakat yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan yang kemudian dengan kekuatan sendiri membina suatu kehidupan politik dan ekonomi yang berdiri sendiri tetapi yang masih sadar akan negara asalnya; b) Suatu daerah eksploitasi yang diperintah dari negara metropolis untuk kepentingan negara penjajah. Dalam makalah ini koloni yang dimaksudkan adalah menurut katagori (C)

[2] Ideologi kanan bermula dari pemikiran Aritoteles, dia adalah murid Plato namun mempunyai pemikiran yang berbeda dari guruny, ia berkata bahwa kepemilikan mengandung fungsi sosisl, sehingga mutlak diperlukan, selain itu pemerintahan yang tepat adalah berbentuk polis dengan azaz demokrasi, ajaran ini kemudian diadaptasikan lagi oleh Adam Smith pada masa revolusi Inggris, disana mulai tumbuh industri-industri besar yang kemudian menciptakan kelas-kelas baru yaitu kaum borjuis(pemilik modal) dan kelas proletar (buruh), yang biasanya lazim disebut Liberal-Kapitalis.
[3]. Ideologi kiri ini berpangkal dari pemikiran Plato tentang konsep negara harus bersifat militeris dan bukan demokratis, ajarannya  tentang etika menyebutkan pula bahwa bagaimana bersikap yang benar dan baik dan sebaliknya, sistem ekonominya berdasarkan kolektivitas serta penidan hak milik yang kemudian berkembang menjadi “komunisme” yang kemudian dipopulerkan oleh Karl Marx yang mempopulerkan istilah sosialis-komunis. Pemikiran ini merupakan suatu sikap ketidaksetujuannya terhadap para borjuis yang menjajah kaum proletar, dia menginginkan tidak adanya suatu klas dalam masyarakat(unclasses). (Firdaus. 24:2007).